Film India Dewa Siwa
: Payak, Piyungan, Bantul
: Arca ini ditemukan pada tahun 1979.
KASET DVD FILM INDIA DUBBING BAHASA INDONESIA-FILM INDIA BAHASA INDONESIA-FILM INDIA INDONESIA-FILM INDIA JADUL-DVD INDIA-KASET INDIA BAHASA INDONESIA
KASET DVD FILM TUM BIN-FILM INDIA JADUL-DVD INDIA-KASET INDIA-KASET INDIA FILM-KASET INDIA DVD-KASET DVD FILM INDIA-KASET FILM INDIA
Flyer Film Jadul Lawas India Bollywood Sanam Teri Kasam 1983
KASET DVD FILM LOOTERE-FILM BOLLYWOOD INDIA-KASET DVD FILM INDIA ACTION-FILM INDIA JADUL-FILM INDIA-KASET DVD FILM INDIA LAMA-KASET FILM INDIA
KASET DVD FILM TAARE ZAMEEN PAR-FILM INDIA JADUL-FILM INDIA ORIGINAL-KASET DVD FILM INDIA JADUL-KASET DVD FILM INDIA LAMA-KASET FILM INDIA
Flyer Film Jadul Lawas India Bollywood Love 86 Tahun 1986
Flyer Film Jadul Lawas India Bollywood Meri Zabaan 1989
Flyer Film Jadul Lawas India Bollywood Baadal 1986
Flyer Film Jadul Lawas India Bollywood Saazish 1989
KASET DVD FILM INDIA DUBBING BAHASA INDONESIA-FILM INDIA BAHASA INDONESIA-FILM INDIA INDONESIA-KASET KOLEKSI FILM INDIA JADUL BAHASA INDONESIA
Town in Uttar Pradesh, India
Dewa Sharif or Dewa is a town and a nagar panchayat in Barabanki district in the state of Uttar Pradesh, India. It is famous for the shrine of Haji Waris Ali Shah. This town is also known by the name of Dewa Sharif in respect for the shrine. It is about 26 km north-east of the state capital Lucknow.
The state government formally recognises Dewa Sharif as a town with a linguistic minority population, where speakers of Urdu constitute 15 per cent or more of the local population. It was placed as one among the prominent sites in Heritage Arc of U.P.[3]
Dewa is located at 27°02′N 81°10′E / 27.03°N 81.17°E / 27.03; 81.17.[4] It has an average elevation of 137 metres (449 feet).
As of 2011 Indian Census, Dewa had a total population of 15,662, of which 8,231 were males and 7,431 were females. Population within the age group of 0 to 6 years was 2,347. The total number of literates in Dewa was 7,967, which constituted 50.9% of the population with male literacy of 54.4% and female literacy of 47.0%. The effective literacy rate of 7+ population of Dewa was 59.8%, of which male literacy rate was 63.9% and female literacy rate was 55.4%. The Scheduled Castes and Scheduled Tribes population was 746 and 18 respectively. Dewa had 2485 households in 2011.[1]
As of the 2001 Census of India, Dewa had a population of 12,819. Males constitute 53% of the population and females 47%. Dewa had an average literacy rate of 45%, lower than the national average of 59.5%: male literacy was 51% and female literacy 38%. In Dewa, 17% of the population was under 6 years of age.[5]
Block Panchayat Dewa Sharif has 67 Village Panchayats.[6]
Dewa Sharif is well connected to Lucknow, Fatehpur, Barabanki, Suratganj, Kursi, Masauli and Cinhat via road.
Dewa Sharif is notable for the shrine of Haji Waris Ali, a Sufi saint.[citation needed]
The GeoNames geographical database covers all countries and contains over eleven million placenames that are available for download free of charge.
Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.
Wenn dies deiner Meinung nach nicht gegen unsere Gemeinschaftsstandards verstößt,
Oleh Berry, Rabu, 10 Oktober 2018 | 10:30 WIB - Redaktur: Admin - 2K
JPP, NUSA DUA - Keunikan dan keindahan. Dua kata itu menggambarkan wujud dari khasanah seni, budaya dan alam di Pulau Dewata, Bali. Dan keunikan serta keindahan itu pula yang terasa kental pada ajang Pertemuan Tahunan/Annual Meetings International Monetary Fund-World Bank Group (AM IMF-WBG) 2018, Nusa Dua, Bali.
Menyadari hal ini, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) didukung oleh seluruh perusahaan negara menyiapkan venue tersendiri sebagai wadah tampilnya sejumlah keunikan, keindahan, kekayaan, budaya, seni, wisata dan pencapaian pembangunan Indonesia. Veneu ini bernama Indonesia Pavilion yang berlokasi tak jauh dari Nusa Dua Beach Hotel.
Salah seorang seniman Bali yang memamerkan karyanya di Indonesia Pavilion adalah Cok Raka Bawa. Seniman Topeng Barong khas Bali berusia 56 tahun ini menempati satu stand untuk memamerkan karya topengnya.
Menurut Cok Raka Bawa, Topeng Barong merupakan simbol dari Dewa Siwa dalam kepercayaan Hindu Bali. “Topeng Barong yang saya buat terdiri dari topeng kucing/macan, topeng lembu, topeng rusa, topeng naga dan topeng babi,” ujarnya.
Cok Raka menyatakan, Topeng Barong yang bisa dibuat dari kayu puleh, kenanga, cempaka, jati dan beberapa jenis kayu lainnya ini, mempunyai beberapa fungsi. Di antaranya, untuk mengisi upacara keagamaan dalam tradisi Hindu Bali, untuk atraksi budaya, sendratari dan hiburan.
Pria yang tinggal dikawasan Batu Bulan, Sukawati, Gianyar, Bali ini juga terlibat dalam sanggar “Jambu Budaya.” Melalui sanggar ini, ia dan teman-temannya juga terlibat dalam atraksi tarian Topeng Barongan yang rutin dipentaskan setiap sore hari di kampung halamannya di hadapan wisatawan.
Terkait proses pembuatan Topeng Barongan, Cok Raka yang sudah berputra dua ini menuturkan, untuk membuat kepala Topeng Barongan dan aksesorisnya membutuhkan waktu sekitar 2,5 bulan per topeng. Sedangkan untuk membuat satu Topeng Barongan lengkap satu tubuh sesuai hewan yang disimbolkan termasuk busana dan aksesorisnya, membuthkan waktu sekitar 4 - 5 bulan.
“Untuk proses produksi ini, saya dibantu 6 perajin. Saya khusus membuat topeng kepala, sedangkan teman-teman ada yang mengerjakan tubuhnya, busana dan aksesorisnya,” jelas Cok Raka.
Cok Raka mengaku, mulai belejar menekuni seni membuat topeng barong ini sejak usia 27 tahun. “Saya belajar kepada Cokorda Raka Tisnu, yang juga dosen seni tari pada Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar,” ungkapnya.
Meski profesi yang ia tekuni identik dengan dunia seni yang lekat dengan kepercayaan Hindu Bali, Raka mengaku, ia berkarya juga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka, ia pun menjual karya seninya ini di sanggar, menjual secara online via Instagram dan menerima pesanan.
“Harga kepala topeng barong dan aksesorisnya sekitar Rp 13 – 15 juta per topeng, tergantung bahannya. Untuk topeng barong lengkap satu tubuh sesuai bentuk hewan yang menjadi simbol, busana dan aksesorisnya, sekitar Rp 100 – 150 juta per topeng,” jelasnya.
Meski harganya cukup tinggi, Cok Raka mengaku, dalam satu tahun ia bisa menjual sekitar 4 – 5 topeng lengkap satu tubuh. “Sekarang, masyarakat yang membutuhkan banyak yang memesan via Instagram,” pungkasnya. (icom/dwh/nbh)
Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber infopublik.id